Sejarah Berdirinya GERWANI
GERWANI,….pernahkah
kita semua mendengar kata-kata ini,…ya sebuah kata yang terdengar
begitu menyeramkan terutama di masa Orde Baru ketika penguasa pada saat
itu selalu mendoktrin kita dengan ungkapan-ungkapan “awas bahaya laten
komunisme”, ya Gerwani, sebuah organisasi perempuan yang selalu
diidentikkan dengan tragedi nasional tanggal 30 September 1965, dimana
pada peristiwa tersebut Gerwani dikatakan telah melakukan berbagai
kegiatan yang dianggap ‘telah merusak kepribadian kaum wanita
Indonesia’, melakukan ‘penyelewengan moral’ dan ‘kontrarevolusioner’ .
Melalui koran-koran yang telah dikontrolnya, semenjak tanggal 11 Oktober
1965 Angkatan Darat menyebarkan cerita bahwa Gerwani terlibat dalam
Gerakan 30 September, melakukan pelecehan seksual (permainan cabul,
dimana disebutkan bahwa sukarelawan-sukarelawan Gerwani telah
bermain-main dengan para Jendral, dengan menggosok-gosokkan kemaluan
mereka ke kemaluan sendiri, perempuan-perempuan anggota Gerwani
dikabarkan menari-nari telanjang dihadapan para Jendral, menyilet tubuh
mereka dan juga memotong kemaluan para perwira) terhadap para perwira
yang diculik, memotong kemaluan dan mencungkil bola mata mereka.
Gerwani
dituduh telah melakukan pesta seks liar dengan para anggota Pemuda
Rakyat. Hal inilah yang kemudian menyebabkan sebuah histeria massa yang
sangat marah terhadap semua yang “dianggap komunis” seperti PKI,BTI,
CGMI, termasuk kepada Gerwani, sehingga tak ayal lagi pasca tragedi 65
terutama pada awal November 1965, ketika Soeharto di hadapan sekitar 30
ribu massa perempuan anggota sejumlah organisasi yang tergabung dalam
Seksi Wanita Koordinasi Kesatuan Aksi Pengganyangan Gestapu mengatakan
bahwa Gerwani adalah kumpulan perempuan yang ‘telah merusak kepribadian
kaum wanita Indonesia’, melakukan ‘penyelewengan moral’ dan
‘kontrarevolusioner’. Mulailah pada saat itu dilakukan operasi
pengganyangan terhadap aktivis-aktivis Gerwani yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok masyarakat sipil, seperti Pemuda Anshor, Banser,
Pemuda Marhaen, dengan mendapat dukungan dari tentara yang kerapkali
melakukan maneuver-manuver serta show of force dalam rangka aksi-aksi
pengganyangan terhadap gerakan komunis di Indonesia, seperti yang
dilakukan oleh satu batalyon RPKAD yang dikirim dari Jakarta pada
tanggal 17 Oktober 1965 dimana kolonel Sarwo Edhie Wibowo sebagai
komandan RPKAD langsung memimpin operasi tersebut.
Mulai saat itulah
teror-teror mulai melanda organisasi-organisasi yang dianggap kiri
termasuk terhadap Gerwani…..vandalisme ini sangatlah membabi buta
sebagai imbas dari provokasi-provokasi angkatan darat yang seakan-akan
menganggap Gerwani sangatlah wajib untuk diganyang dan menimbulkan efek
ingatan massa yang sangat negative terhadap Gerwani sampai saat
ini,…setelah 42 tahun peristiwa itu berlalu sampai saat ini saya masih
sering mendengar ketika orang marah dan mengumpat orang yang dimarahinya
masih sering kita dengar kata-kata “dasar PKI!!”, “dasar
Gerwani!!!!”,…sungguh alangkah tragisnya dibalik umpatan-umpatan
tersebut sebenarnya ada banyak hal yang kita lupakan dari organisasi
yang sebelumnya bernama Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar)ini,…
Di
dalam wacana kesejarahan di Indonesia, sumbangan gerakan perempuan
dalam perjuangan kemerdekaan kurang diperhitungkan sebagai sebuah
kekuatan yang berarti, tercatat nama Laskar Wanita Indonesia atau Laswi
yang kini dijadikan nama sebuah jalan di kota Bandung, begitupun juga
Gerwis yang merupakan cikal bakal dari gerwani yang didirikan pada
tanggal 4 Juni 1950 tercatat sebagian besar anggotanya adalah
perempuan-perempuan yang terlibat langsung dalam perang kemerdekaan
melawan Jepang dan Belanda pada 1940-an (tercatat nama S.K. Trimurti
seorang tokoh kemerdekaan yang meninggal baru-baru ini sebagai salah
seorang tokoh Gerwis), hal inilah yang kemudian banyak menjadi ilham
bagi para perempuan yang terlibat revolusi fisik tersebut untuk
bergabung didalam Gerwis sebelum kemudian berganti nama menjadi Gerwani
karena mereka ingin menyumbangkan tenaga dan pikiran mereka untuk
kemajuan bangsanya. Gerwis sendiri adalah merupakan hasil dari Enam
organisasi yaitu Rupindo (Rukun Putri Indonesia; Semarang); Persatuan
Wanita Sedar (Surabaya), Istri Sedar (Bandung), Gerwindo (Gerakan Wanita
Indonesia; Kediri), Wanita Madura (Madura), dan PPRI (Perjuangan Putri
Republik Indonesia; Pasuruan).
Pada
kongres Gerwis I di Semarang pada 1951 konsep ‘perempuan sedar’ sudah
menjadi bahan perdebatan sengit. Perdebatan itu pada akhirnya berkait
dengan apakah Gerwis tetap akan mempertahankan bentuk organisasi kader
atau beralih menjadi organisasi massa Dalam Kongres Gerwis II, 1954,
kata ’sedar’ akhirnya dihapus. Nama Gerwis berubah menjadi Gerwani dan
garis massa menggantikan garis kader, ada alasan yang cukup kuat yang
mendasari perubahan nama ini. Kata “sedar” dalam Gerwis dianggap hanya
mengutamakan perempuan golongan menengah dan terdidik yang sudah sadar
akan hak-haknya, sementara ada jutaan perempuan Indonesia yang dianggap
belum “Sedar”dan harus dilibatkan dalam memperjuangkan kemajuan bangsa.
Didasari pandangan kerakyatan inilah kemudian Gerwani ingin agar buruh,
dan tani perempuan juga aktif dalam kegiatan politik untuk memperkuat
republik yang baru berdiri ini. Seluruh kegiatan Gerwani bertujuan untuk
mendidik anggotanya menjadi perempuan yang sadar politik.
Perempuan-perempuan ini kemudian didorong untuk merawat dan mendidik
rakyat.
Pendidikan berlangsung melalui kegiatan yang programatik maupun
kegiatan-kegiatan informal yang berlangsung dalam pergaulan keseharian
antar-anggota atau dalam pergaulan anggota Gerwani dengan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan antara lain adalah anjangsana dan turba; ceramah dan
pertemuan-pertemuan rutin, seperti rapat dan arisan; kursus-kursus
keterampilan dan kursus pemberantasan buta huruf maupun pendirian TK
Melati, juga terlibat didalam perjuangan pembebbasan irian barat dengan
menjadi tenaga sukarelawati, selain itu tercatat ketika Gunung Agung
meletus pada tahun 1963 Gerwani di Bali bekerja sama dengan pemerintah
memberikan bantuan kepada pengungsi.
Pada
1950, Indonesia baru keluar dari situasi perang. Pemerintah menetapkan
peningkatan dan perluasan pendidikan sebagai prioritas pembangunan
bangsa. Pendidikan dianggap sebagai prasyarat mendasar untuk mencapai
kemakmuran dan keadilan sosial di Indonesia. Gerakan perempuan yang
sudah berpengalaman melakukan gerakan pemberantasan buta huruf sejak
paruh pertama abad 20 segera melibatkan diri dalam proyek nasional ini
dengan membangun ratusan, mungkin ribuan, taman kanak-kanak (TK) dan
kursus-kursus pemberantasan buta huruf (PBH). Gerakan perempuan
menambahkan kepentingan mereka, yaitu memajukan kesejahteraan perempuan
dan anak-anak, di dalam tujuan gerakan pendidikan nasional. Gerwani,
sebagai bagian dari gerakan perempuan, terlibat dalam gerakan pendidikan
nasional ini. Gerwani juga mengklaim telah mendirikan 1.478 TK Melati
di berbagai wilayah di Indonesia. Didalam pendiriannya TK Melati
diserahkan pada pengurus ranting setempat. Pengurus ranting seringkali
melibatkan pihak kelurahan dan anggota-anggota masyarakat lain untuk
menyediakan tempat dan peralatan TK model penggalangan dana bisa
dilaksanakan dengan mengadakan pertunjukan wayang dan menjualnya tiket
pertunjukannya untuk mendirikan TK Melati.
Aturan
tentang biaya sekolah berbeda-beda antara satu TK Melati dengan TK
Melati yang lain. Seperti juga peraturan tentang biaya sekolah, aturan
tentang honor guru juga berbeda-beda. Sebagian TK Melati tidak
memberikan honor sama sekali pada guru. Sebagian lain memberi honor
seadanya Gerwani merekrut tenaga-tenaga guru untuk kursus PBH dan TK
Melati terutama dari kalangan anggotanya sendiri. Mereka juga mengambil
tenaga lulusan-lulusan baru sekolah guru yang sebagian di antaranya
adalah anggota Pemuda Rakyat. Syarat untuk menjadi tenaga pengajar dalam
kursus PBH dan TK Melati yang diselenggarakan Gerwani tidak berat.
Perempuan yang sudah pernah duduk di bangku SMP walaupun tak lulus tetap
bisa menjadi guru kursus PBH dan TK Melati. Pada dasarnya Gerwani lebih
memilih untuk menyelenggarakan institusi pendidikan yang murah yang
bisa diakses oleh masyarakat miskin, dibanding sekolah dengan peralatan
lengkap namun hanya bisa dijangkau oleh kelompok masyarakat yang mampu
membayar mahal. Namun pilihan ini tidak bisa disederhanakan menjadi
sekedar pilihan kualitas versus kuantitas karena TK Melati tetap bisa
memenuhi tujuan pendirian TK, yaitu mempersiapkan anak untuk memasuki
dunia pendidikan formal.
Oleh karena itu, mendongeng, bernyanyi dan
bermain menjadi penting. Dimana didalam dongeng-dongeng ini pelajaran
mengenai kebersihan, kesehatan, seperti membersihkan diri, mandi,
menyisir rambut, memakai alas kaki, memotong kuku, serta kebersihan
tubuh terus diperhatikan. Pengenalan mengenai rasa kebangsaan dan
klektifitas diantara sesama rakyat didalam diri anak kerapkali
disampaikan didalam mata pelajaran Budi pekerti yang juga kerap
disampaikan dalam bentuk dongeng seperti kisah gajah dan semut berikut
ini :
“Ada gajah, ada semut. Ada semut masuk telinga gajah. Itu gajah jadi binasa. Itu semut bikin kalang kabut. Itu cerita dari mbah buyut. Anak-anak, kalo sut itu kan gini ya, ini jempol ini gajah, ini semutnya ini. Tapi ini kok menang? Ding, ding, menang semut. Karena apa? Karena semut itu meskipun kecil banyak temannya buaaanyak sekali, membuat lubang di dalam tanah. Setelah itu, tanahnya kan di bawah itu, itu grogong atau lobang. Terus gajah lari-lari di anu, gajahnya masuk situ ndak bisa keluar karena telinganya dimasuki semut semua. Semut merubung gajah. Gajahnya gini, gini, gini, godag-godeg, akhirnya gajahnya mati. Jadi, orang yang gede itu tidak boleh sombong. Tapi rakyat kecil ya jangan diinjak-injak. Karena rakyat kecil juga mempunyai kekuatan yang besar juga.
Selain melalui dongeng, kesadaran kerakyatan juga diajarkan melalui lagu-lagu, diantaranya lagu Menanam Jagung:
“Ada gajah, ada semut. Ada semut masuk telinga gajah. Itu gajah jadi binasa. Itu semut bikin kalang kabut. Itu cerita dari mbah buyut. Anak-anak, kalo sut itu kan gini ya, ini jempol ini gajah, ini semutnya ini. Tapi ini kok menang? Ding, ding, menang semut. Karena apa? Karena semut itu meskipun kecil banyak temannya buaaanyak sekali, membuat lubang di dalam tanah. Setelah itu, tanahnya kan di bawah itu, itu grogong atau lobang. Terus gajah lari-lari di anu, gajahnya masuk situ ndak bisa keluar karena telinganya dimasuki semut semua. Semut merubung gajah. Gajahnya gini, gini, gini, godag-godeg, akhirnya gajahnya mati. Jadi, orang yang gede itu tidak boleh sombong. Tapi rakyat kecil ya jangan diinjak-injak. Karena rakyat kecil juga mempunyai kekuatan yang besar juga.
Selain melalui dongeng, kesadaran kerakyatan juga diajarkan melalui lagu-lagu, diantaranya lagu Menanam Jagung:
“Ayo kawan kita
bersama menanam jagung… Pak tani nanam jagung. jagung untuk apa?”
“Jagung untuk jenang (bubur), untuk ini, untuk grontol, untuk ini, Bu.”
“Jagung yang nanam siapa?”
“Pak tani.”
Acara
makan bersama juga dimanfaatkan untuk memperkenalkan pada anak-anak
bahan dasar makanan rakyat yang murah dan bergizi :…, “Mangan
barang-bareng, engko lawuhe mung tempe, Le, kondo ibune tempe.
Sego-tempe.” (“Makan sama-sama, nanti lauknya hanya tempe, Nak, bilang
ibunya tempe. Nasi-tempe.”) Semua sego-tempe bawa dari rumah, ndak
gurunya ndak kudu – ‘tempe asale soko dele, enak rasane, murah regane’ .
Tetapi
sayang seribu sayang kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang
banyak dilakukan oleh Gerwani harus terhenti pasca tragedi 65, selain
itu sebagai imbas dari tragedi ini pencitraan Gerwani menjadi sangat
negatif hal ini ditandai dengan Penghancuran TK Melati yang berjalan
bersamaan dengan penghancuran Gerwani. Militer dan kelompok-kelompok
massa sipil yang diorganisirnya memburu guru-guru TK Melati yang
sebenarnya tidak seluruhnya anggota Gerwani. Tempat-tempat yang menjadi
tempat KGTK (Kursus Guru TK) Melati dan pondokan bagi calon-calon guru
dibakar oleh militer bersama-sama massa. Anggota-anggota militer
melakukan pelecehan seksual terhadap para calon guru TK Melati yang
ditampung di rumah itu banyak guru perempuan anggota Gerwani dan
organisasi-organisasi lain maupun pengajar di TK Melati menjadi korban
perkosaan komandan Buterpra yang melakukan operasi pembersihan terhadap
aktivis-aktivis Gerwani.
Peristiwa
1965 yang kemudian melahirkan rezim Orde Baru memaksa sebagian mantan
aktivis Gerwani untuk mengingkari sejarahnya sendiri Setelah Gerwani
hancur, sebagian dari anggotanya merasa trauma dan berusaha
menyelamatkan diri dan keluarganya dengan menutup jejak keterlibatan
mereka dalam organisasi itu. Ada banyak aktivis Gerwani yang kemudian
ditahan dan dibantai sehingga dari peristiwa ini banyak melahirkan
trauma bagi mantan aktivis Gerwani mengenai apa dan bagaimana dulu
dengan gagah beraninya mereka berjuang demi republik yang mereka cintai,
ada banyak mantan aktivis Gerwani yang cenderung memilih diam tak
bersuara,..meskipun saat ini pasca jatuhnya rezim Orde Baru sudah mulai
banyak dari mantan aktivis Gerwani ini untuk berbicara mengenai apa dan
bagaimana kontribusi mereka bagi republik ini,...yang kemudian harus
terdzolimi oleh sebuah angkara murka yang terjadi di tahun 65-68 yang
memunculkan stereotip negatif terhadap mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar