Kampung Sambeng dikepung dari delapan penjuru mata angin. ABRI dan pasukan-pasukan eks Tentara Pelajar dikerahkan. Tampuk komando operasi dipegang langsung Kolonel Jazir Hadibroto. Mereka yakin, buronan yang mereka cari-cari bersembunyi di kampung itu.
Sejak sore tadi Kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen, Solo, diguyur deras hujan. Ketika malam datang, Sambeng tak cuma terasa dingin dan temaram melainkan juga mencekam. Lewat sebuah operasi yang cepat, semua lelaki Kampung Sambeng diperintahkan keluar dari rumahnya masing-masing. Semua dikumpulkan di lapangan. Malam itu, Kampung Sambeng steril dari lelaki. Satu per satu mereka diperiksa. Hasilnya nihil: buronan kelas wahid yang dicari tak ditemukan!
Akhirnya pencarian difokuskan di sebuah rumah di Gang Sidareja. Rumah itu berukuran kecil. Rumahnya memang sangat pas dijadikan tempat sembunyi. Letaknya di ujung gang. Persisnya ada di tepi sebuah sungai dekat sebuah kuburan. Jika buronan yang dicari berhasil selamat hingga ke sungai, alamat ia akan lolos. Bentang alam yang gelap serta penuh dengan alang-alang memudahkan siapa pun bakal lolos dari pengintaian dan kejaran. Itulah sebabnya rumah itu dikepung rapat-rapat. Saking rapatnya, hampir dipastikan mustahil keluar dari rumah incaran tanpa diketahui.
Rumah itu milik seorang perempuan tua bernama Mbok Harjo. Selain Mbok Harjo, tinggal pula sepasang suami istri yang sengaja mengontrak. Si suami bernama Kasim. Tak jelas benar sepasang suami istri ini berasal dari mana dan dalam keperluan apa mengontrak rumah kecil di pjokkan gang yang terpencil itu.
Penggeledahan pun dilakukan. Rumah itu diperiksa dengan detail sedetail-detailnya. Tak ada sedepa pun yang terlewat. Semua ruangan, kolong tempat tidur, lemari pakaian, hingga lemari makan dibongkar. Tapi buronan tak juga ditemukan.
Mustahil! Tentara yakin betul tak mungkin buronan tak ditemukan sebab pengintaian terhadpa rumah Mbok Harjo sudah dilakukan cukup lama. Sejumlah intel ditempatkan di Gang Sidaredja. Ada yang menyamar sebagai penjual es putar. Ada yang menyaru sebagai tukang gorengan. Hasilnya: buronan dipastikan ada di rumah Mbok Harjo. Informasi yang diberikan Brigif 4 yang melakukan pengintaian diyakini tak mungkin meleset. Kecurigaan makin membesar ketika dalam penggeledahan itu ditemukan tiga benda mencurigakan: tas ransel, kacamata, dan radio.
Akhirnya pencarian dimulai kembali. Langkah pertama adalah menginterogasi habis-habisan Pak Kasim yang telah berkumpul bersama semua lelaki Kampung Sambeng. Lewat mulut Pak Kasim itulah diketahui ada sebuah kamar rahasia di rumah Mbok Hardjo. Kamar itu tak mungkin terdeteksi oleh siapa pun yang memasuki salah satu dari dua kamar utama sebab kamar rahasia terletak di antara dua kamar utama. Pintu masuknya pun bukan di salah satu kamar utama itu melainkan melalui ruang makan. Persisnya dari sebuah lemari makan. Tetapi hanya dengan membuka pintu lemari makan pintu masuk kamar rahasia itu tetap tak akan kelihatan. Pintu masuk baru terlihat jika lemari makan itu digeser.
Berdasar informasi itulah penggeledehan dilakukan kembali. Ternyata betul: di balik lemari makan ada pintu rahasia yang menghubungkan ruang makan dengan sebuah kamar persegi panjang yang ukup sempit namun masih mencukupi untuk sekadar duduk dan merebahkan badan.
Setelah didobrak dari luar dan kamar itu terbuka, seorang lelaki berusia 40-an dengan paras lusuh dan pucat kedapatan sedang duduk meringkuk memeluk lutu. Percarian pun berakhir.Di malam 21 November 1965, Kolonel Jazir Hadibroto lega bukan kepalang. Malam itu akan menjadi pengepungan terakhir. Tunai sudah ia punya tugas. Segera ia kirim kawat kepada atasannya. Isinya: Dipa Nusantara Aidit tertangkap!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar